Sabtu, 22 Januari 2011

Amnesia



“Kita temenan dulu aja ya ?” Ucapnya lirih namun begitu tajam menghujani hatiku.
“Aku udah tahu jawaban itu, aku udah nggak berharap lagi. Aku udah mundur dari 1 tahun yang lalu. Cinta emang nggak bisa dipaksa kan ???” Kataku berusaha menenangkan diri sendiri.
“Maaf ya ?”
“Nggak usah minta maaf, mungkin kita emang nggak jodoh.”
“Tapi kita mungkin bisa berjodoh sebagai teman” katanya.
Aku hanya tersenyum simpul. Langit hari ini begitu gelap, segelap suasana hatiku. Bintang-bintang tak menampakkan sinarnya, mereka bersembunyi dari gumpalan awan hitam yang akan segera turun menjadi hujan. Biarlah dari pada mereka melihatku menangis seperti anak kecil yang begitu cengengnya.
Aku hanya bisa beharap dia tidak akan melupakanku gegitu saja, mungkin lebih baik kalau aku yang melupakannya. Aku sudah mencobanya selama 1 tahun ini tapi tetap tak berhasil. What happen with me ?”

Esok hari
“Rena bangun !!!!” teriak tara disebelah tempat tidurku.
“Apaan sih ?” tanyaku masih memejamkan mata.
“Jadi nggak ?? kok malah masih tidur ?”
“Kemana ?” kataku mulai sadar.
“Ke hutan Pinus, katanya mau ikut ??”
“Malas ah, nggak jadi aja ya ???”
“Nggak boleh. Walaupun abis ditolak Rama untuk ke3 kalinya, kamu nggak boleh terus-terusan murung. Have fun aja sama aku.”
“Nggak usah dijelasin segitunya kali. iya-iya aku ikut.”
“Nggak pake lama ya ??”
“Bawel.” Kataku beranjak pergi ke kamar mandi.

Di Hutan Pinus
“Keren juga ya ???” kataku takjup.
“Aku bilang juga apa ??? tapi suasana kayak gini lebih enak kalo dibuat pacaran, sayang kita nggak punya pacar.”
“Yang paling enak sih sinta, lihat tuh dia udah mojok sama reno.”
“Tuh anak emang nggak setia kawan ya ???”
“Biarin aja, lagi seneng-senengnya tuh.”
Senyumku mengembang, pundakku yang terasa begitu berat sekarang agak ringan, seandainya setiap hari seperti ini, begitu sejuk dan tenang. Aku nggak akan menangis seperti semalam.
“Tar, aku kesana ya ???” kataku menunjuk kea rah pinggir hutan untuk melihat pemandangan di bawah.
“Hati-hati disana ada jurang.”
“Oke.”
“Beautiful, keren banget sih ???” kataku tersenyum sendiri. Tapi senyumku langsung hilang saat kakiku terpeleset dan aku jatuh ke bawah.
“AAAAAAAA” teriakku.
“RENA !!!!” teriak tara dan sinta bersamaan.
Setelah itu aku tidak tahu apa yang terjadi, aku hanya merasa basah akibat tetesan darah merah yang mengalir dari kepalaku yang terasa begitu sakit. Aku pun langsung pinsan.

Di Rumah Sakit
Mataku terasa begitu berat, dan kepalaku sakit tak tertahankan. Aku membuka mata pelan-pelan, yang pertama ku lihat adalah bayangan seorang cewek yang agak samara-samar. Tapi tak lama setelah itu aku dapat melihat dengan jelas bahwa itu adalah tara yang sedang minum segelas air sambil berdiri membelakangiku.
“Tara…” ucapku begitu pelan namun tara masih dapat mendengarnya. Dia hampir tersendat karena kaget mendengar suaraku yang memanggil namanya.
“Rena !!!! ahamdulilah sadar juga.” Katanya sambil menghampiriku.
Aku tersenyum simpul.
“Kamu udah pinsan 2 hari ren, aku sampai merasa bersalah karena udah ngajak kamu ke Hutan Pinus, syukur deh akhirnya kamu sadar juga.”
“Emangnya aku kenapa sih tar ??? Aduh kepalaku…..sakit,” kataku sambil mengusap perban yang membelit kepalaku.
“Kamu kepleset dan jatuh di jurang, kepalamu terbentur batu makanya sampai harus diperban kayak gini. Untung kamu nggak kenapa-kenapa ya ren, aku sampai nggak bisa makan habis lihat banyak darah yang keluar dari kepalamu itu.”
“Oh…” kataku pelan.
“Tar aku bawain makan siang nih,” ucap sinta yang tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.
“Rena ??? alhamdulillah kamu udah sadar, kami cemas banget sama kamu ren.” kata sinta ikut berbunga-bunga.
“Makasih ya kalian udah nungguin kau disini, aku seneng banget kalian begitu perhatian sama aku.”
“Ya iya lah kita kan best friends yak an tar ??” yanya sinta.
“Yoi. Ntar aku bakal telpon orang tuamu buat ngabarin kalo kamu udah sadar. Mereka pasti seneng.”
“Tadi pagi orang tuamu aku suruh pulang ren, soalnya aku kasihan sama mereka yang udah ngejaga kamu dari tadi malam. Oh iya tadi malam rama juga dating kesini lho !!! seneng nggak ??? dia kayaknya cemas banget.” Kata sinta tersenyum penuh arti.
“Rama ??? Rama siapa ??” kataku agak bingung.
“Rama, masa kamu lua sih sama rama, secara dia itu kan…..”
“Temannya Reno, iya temannya reno yang dulu pernah main ke rumahmu. Tapi Cuma 1 kali makanya kamu nggak ingat.” Serobot tara.
“Lho..apa-apaan sih tar ??” sinta memandang tara dengan wajah heran.
“E..ren, kita mau manggil dokter sebentar, nggak apa-apa kan kalo kita tinggal bentar ??” kata tara sambil menarik tangan sinta.
“Nggak apa-apa.”
“Ha ??? Apa ???” Tanya sinta.
“Udah ikut aja.”

Di Luar
“Apaan sih tar ???”
“Rena kena amnesia,”
“Ha??? Dia kan masih ingat sama kita !”
“Iya, tapi dia lupa hal yang paling penting, yaitu Rama. Rena lupa sama Rama ?? ini bener-bener keajaiban.”
“Kok bisa ?”
“Aku juga nggak tahu, mungkin allah telah mengabulkan dopanya rena.”
“Trus gimana ? kita harus gimana ?” Tanya sinta panik.
“Biarin aja, kita nggak usah ngingetin dia soal rama.”
“Kok gitu ?”
“Kamu mau rena sakit hati lagi ? rama nggak cinta sama rena, tapi rena tetap cinta sama dia, itu udah buat hidup rena hancur !!! dengan amnesianya rena, dia bisa memulai hidup baru tanpa harus mencintai rama terus-terusan.”
“Iya sih, aku juga kasihan sama rena, tapi rama gimana ?? apa dia juga kita kasih tahu soal ini ?”
“Ya dia harus tahu, kamu kasih tahu dia kalo rena nggak ingat lagi sama dia dan minta dia jauhin rena. Anggap aja nggak pernah kenal sama rena.”
“Gimana kalo itu malah berbahaya buat kesehatan rena ??”
“Aku bakal tanya sama dokter, kamu temenin rena aja.”
“Oke.”

“Rena, terkena amnesia ringan.”
“Apa itu dok ?”
“Dia hanya melupakan kejadian atau seseorang yang sangat penting tapi mempunyai kenangan buruk sehingga menyebabkan tekanan pada otaknya untuk tidak mengingatnya lagi.”
“Tapi apa ingatan itu akan kembali lagi dok ?”
“Itu tergantung, jika rena menghendaki ingatannya kembali lagi, bantulah dia mengingatnya maka perlahan-lahan ingatannya akan kembali pulih.”
“Bagaimana kalo rena lebih baik tidak mengingatngatnya lagi, dan kami berusaha untuk tidak memulihkan ingatannya yang hilang itu, apa kesehatannya akan terganggu dok ?”
“Saya rasa tidak, amnesia yang dialami rena disebabkan karena stress yang berkepanjangan dan keinginan untuk melupakan kenangan tertentu jadi tidak akan berpengaruh langsung pada kesehatan fisiknya.”
“Oh…kalo gitu terima kasih dok.”
“Ya sama-sama”

Di depan kamar rena
“Jangan masuk ram !!!” pinta sinta yang menghalangi tubuh rama.
“Kenapa ? Rena udah sadar kan ? aku pengen lihat keadaannya.”
“Rena hilang ingatan….”
“Apa ?”
“Dia amnesia, tapi yang dia lupa cuma kamu ram.”
“Kenapa aku ?”
“Aku juga nggak tahu, rena cuma lupa sama kamu, seolah-olah dia nggak pernah kenal kamu.”
“Pasti dia lagi bercanda aja, aku pengen ngomong sama dia. Please !!!”
“Nggak ram, rena beneran amnesia.” Potong tara.
“Rena stress karena memikirkan kamu terus, dan benturan itu menyebabkan ingatannya tentang kamu hilang. Rena seperti orang baru yang belum mengenal kamu jadi aku mohon kamu mau pergi, pergi dari hidup rena.” Lanjut tara.
“Nggak bisa gitu dong.”
“Kita udah sepakat ram, kita nggak mau melihat rena sakit hati gara-gara kamu jadi mungkin lebih baik kalau kalian nggak saling mengenal, toh kamu nggak suka sama rena kan ??? Sekarang kamu bisa bebas ram, kamu nggak perlu lagi merasa bersalah dan terbebani dengan ini semua. Anggap aja nggak pernah kenal. Itu yang terbaik buat rena, dia nggak akan bisa melupakan kamu kalau bukan karena amnesia.” Kata sinta.
“Please ram, biarin rena memulai hidup baru.” Tara memohon. Rama hanya dian sambil menundukan kepala.
“Oke jika itu yang terbaik buat rena. Titip ini ya, dia suka apel merah kan ??? aku pamit dulu.” Kata rama sambil memberikan plastik berisi apel merah.
“Maaf ya ram, kita cuma nggak mau rena nangis lagi.” Ucap sinta.
“It’s ok” Rama tersenyum simpul lalu berbalik dan pergi meninggalkan Rumah sakit.
“Kasihan rama.” Gumam Sinta.
“Apa ?? Ya kasihan rena dong.” Tara nggak terima.
“Iya-iya. Tapi ada yang aneh dari rama.”
“Apanya yang aneh ?”
“Sikapnya, jadi perhatian sama rena. Apa dia udah mulai suka sama rena ya??”
“Ah, ngaco nih. Udah masuk yuk”
“Tapi tar, …. Ah terserah deh. Aku pusing.” Sinta mulai nyerah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar